“CINTA DUA HATI”
Writer : Titik Handayani
Bisma menyandarkan
tubuhnya pada pagar besi yang ada di balkon kamarnya, tangan kanannya sibuk
dengan sebuah gadget berwarna putih berlayar sentuh, sementara tangan kirinya
sibuk dengan minuman kaleng berwarna merah itu.
Senyum tipis
namun menunjukkan kemirisan terlukis diwajah manis pria berusia dua puluh satu
tahun itu, saat matanya menangkap sebuah foto gadis cantik dengan rambut hitam
lurusnya yang tak melebihi bahu tengah tersenyum manis, seolah senyum itu hanya
untuknya. Ibu jari Bisma bergerak kearah kiri pada layar tersebut dan
menampilkan sebuah foto yang tak kalah cantik dengan gadis sebelumnya,
rambutnya yang hitam panjang bergelombang semakin menambah kecantikan gadis
bermata sipit itu.
“Kalian
bener-bener buat gue jatuh cinta. Buat gue bingung harus milih siapa diantara
kalian.” Gumam Bisma kecil.
***
Dina, gadis
cantik dengan rambut hitam yang panjangnya tak melebihi bahu itu menghela nafas
panjang saat mendaratkan bokongnya pada sofa krem yang ada di sudut sebuah
butik di kota kembang, Bandung. Rasa lelah itu begitu melanda Dina hari ini,
karena pengunjung yang tak ada habisnya, apalagi ia juga harus kuliah sebelum
menjabat sebagai kasir di butik yang ia bangun bersama dengan para sahabatnya.
“Din, gue
duluan ya.” Zee, rekan kerja sekaligus sahabat Dina berpamitan pada gadis cantik
berusia dua puluh tahun itu.
“Oke. Hati-hati
ya Zee.” Pesan Dina dengan senyum tipis yang mengembang di wajahnya yang
terlihat begitu lelah. Zee mengangguk, ia segera meninggalkan butik yang
kebanyakan menampilkan pakaian-pakaian anak muda zaman sekarang itu.
Sebuah getaran
handphone dirasakan oleh Dina dari saku celana jeansnya, ia segera meluruskan
kakinya yang di tekuk dan kemudian meraih handphonenya, tertera jelas nama
Bisma sang kekasih disana.
“Halo. Assalamualaikum,
kenapa A’, tumben telfon.” Sebuah sapaan yang cukup panjang dilontarkan oleh
Dina pada Bisma, kekasihnya. Padahal di sebrang sana, Bisma belum melontarkan
satu kata sapaan untuk kekasihnya itu.
“Walaikumsalam.
Emang kenapa atuh Neng. Aa’ kan pengen denger suara Neng.” Balas Bisma
disebrang sana.
“Nggak pa-pa
kok A’, tumben aja gitu. Biasanya Aa’ jam segini teh kalau nggak latihan lagi
ngumpul sama anak-anak Smash.” Dina memang begitu tahu mengenai jadwal Bisma,
bagaimana tidak lima tahun bahkan hampir enam tahun sudah mengenal sosok Bisma
dalam hidupnya, dan satu tahun belakangan ini ia dan Bisma resmi menjalin kasih,
jadi mana mungkin Dina tidak mengenal jadwa Bisma dengan benar.
“Neng, Aa’
boleh ngomong serius nggak?” suara Bisma kini terdengar begitu serius, bahkan
sangat serius.
Dina diam. Ada sedikit rasa yang
mengganjal dalam hatinya. Tak biasanya Bisma bicara dengan nada seserius ini. Apa
yang akan Bisma katakan, semoga bukan hal-hal yang tidak ia inginkan. “Boleh A’.”
Dina berusaha menormalkan suaranya.
“Neng. Aa’
jatuh cinta sama gadis lain, ada seseorang yang berhasil buat aku ngeluangin
tempat di hati aku yang sebelumnya terisi penuh sama kamu. Aku, minta maaf.” Di
sana, di kamarnya, Bisma tengah
menundukkan kepalanya. Berat. Namun ia harus mengungkapkan apa yang saat ini
ada di hatinya, ia tak mau membohongi kekasihnya bahwa ia tengah jatuh cinta
pada gadis lain.
Sementara
itu, di kota Bandung, suara petir terdengar begitu menggelegar disertai angin
yang berhembus kencang dan tangisan dari langit yang begitu deras. Dina tertegun,
rasa sakit itu begitu menyayat hatinya. Apa tadi Bisma bilang? Ia jatuh cinta
lagi pada gadis lain? Apa itu tidak salah. Selama ini, Dina begitu setia,
bahkan sangat setia terhadap Bisma yang tengah mengaih rezeki sebagai
entertainer di ibu kota jakarta, dan ia di Bandung. Tapi apa? Ini balasan
seorang BISMA KARISMA terhadapnya?
“Aku harap,
kamu mau nunggu aku. Nunggu aku buat bisa dapetin dia dan setelah itu melepas
dia dari hidup aku.” Lanjut Bisma, membuat Dina muak dengan kata-kata itu.
EGOIS! Apa semua pria begitu?
“Kalau kamu
suka sama cewek lain, kalau kamu mau milikin cewek itu di hidup kamu, silahkan
kejar dia. Dan aku, sampai kapanpun aku nggak mau nunggu kamu untuk
seneng-seneng sama cewek itu. Jadi mendingan kita putus aja.” Putus Dina. Ia langsung
memutuskan sambungan telfonnya bersama dengan Bisma.
Air mata itu
mulai mengalir dengan perlahan namun pasti dari kedua sudut mata Dina, membuat
sebuah aliran kecil pada pipi chubby yang dimiliknya. Rasa sakit itu begitu
mengiris hatinya. Bagaimana tidak, ia begitu menyayangi Bisma, namun dengan
mudahnya Bisma memintanya untuk mengizinkannya memiliki gadis lain dengan
status mereka masih menjalin kasih. Mana ada sih wanita yang mau di duakan?
Sementara itu,
Bisma mondar-mandir seperti setrikaan di kamarnya, tangannya sedari tadi sibuk
menghubungi Dina melalui handphone yang ia genggam. Menyesal. Itulah yang saat
ini Bisma rasakan. Begitu bodohnya ia, menyia-nyiakan gadis yang selama ini
begitu setia terhadapnya, namun sekarang dengan mudahnya ia mengatakan bahwa ia
ingin menjalin cinta dengan gadis lain. Ya Tuhan...
***
Beberapa bulan kemudian...
Dina duduk
di sudut sebuah cafe yang cukup mempunyai nama di Bandung. Pandangannya sibuk
pada suasana luar cafe yang tidak kalah ramai dengan di dalam cafe ini. Memorinya
sibuk dengan kenangan manisnya bersama dengan Bisma, namun sesekali kenangan
manis yang tengah di putar oleh otaknya itu berubah menjadi kenangan yang
buruk, membuat Dina terpaksa menghapus air mata yang dengan sengaja keluar dari
kedua sudut matanya, membuatnya merasakan sakit dalam hatinya.
Tak ku sangka dirimu hadir di hidupku
Menyapaku dengan sentuhan kasihmu
Ku sesali cerita yang kini terjadi
Mengapa disaat ku telah berdua
Maafkan bila cintaku
Tak mungkin ku persembahkan seutuhnya
Maaf bila kau terluka
Karena ku jatuh di dua hati
Dina
menoleh, melihat siapa pria yang tengah mendendangkan lagu itu dengan begitu
penuh penghayatan. Mata Dina menangkap sosok pria yang beberapa bulan ini tak
pernah ia temui lagi semenjak kejadian malam itu, hatinya makin teriris saat
pria itu menatapnya dengan tatapan penuh sesal. Namun, semua telah terjadi. Nasi
sudah menjadi bubur.
Maafkan bila cintaku
Tak mungkin ku persembahkan seutuhnya padamu
Maaf bila kau terluka
Karena ku jatuh
Karena ku jatuh di dua hati
“Hai. Apa kabar?”
Bisma menghampiri Dina setelah selesai membawakan lagu dari sahabatnya itu.
“Alhamdulillah
A’ baik. Kamu sendiri gimana?” balas Dina berusaha basa-basi, mencoba
menormalkan suaranya juga. Setelah air mata itu terhapus dari pipinya sebelum
Bisma sampai di depannya saat ini.
“Alhamdulillah
kurang baik, karena sampai sekarang aku masih nyesel dengan semuanya, meskipun
aku udah dapetin dia.” Balas Bisma dengan senyum miris.
“Udah ya A’
nggak usah di bahas. Lagian semua udah berlalu. Aku baik-baik aja, dan Aa’ udah
dapetin gadis itu. Aku harap Aa’ nggak akan sakitin dia dengan cara apapun. Jaga
dia A’.” Seru Dina berusaha tersenyum tipis. Senyum palsu itu terulas di bibir
Dina karena ia tak ingin Bisma mengetahui apa yang sebenarnya ada di hatinya.
“Aku minta
maaf ya Din.” Pinta Bisma, tangannya meraih tangan Dina, menggenggamnya dan ini
sukses membuat jantung Dina berdetak seratus kali lipat lebih cepat di banding
biasanya. Dina mengangguk kecil, kembali menunjukkan senyum tipisnya, kali ini
senyum itu tulus karena ada sedikit rasa bahagia yang ada di hati Dina.
*TAMAT*