Part I : Loser !
Siang ini sepertinya suasana lapangan
basket SMP Harapan Bandung tidak seperti biasanya, terlihat ramai padahal bell
pulang sekolah sudah bernyanyi sedari pukul 14.30 WIB dan sekarang waktu
menunjukkan pukul 15.00 WIB.
“Vella… Vella… Vella…” “Ricky… Ricky…
Ricky…” Begitulah sekiranya teriakan para siswa-siswi SMP Harapan Bandung yang
berdiri di balik garis putih yang terlukis di atas lapangan basket tersebut.
Di
tengah lapangan sana berdiri siswa dan siswi yang tengah melempar pandangan
sinis satu sama lain. Pria yang memasuki usia lima belas tahun bulan November
lalu ini menyunggingkan bibirnya ke atas bagian kiri. Senyum sinis. senyum
meremehkan pada gadis cantik yang berdiri di hadapannya. Ricky. Ya dialah pria
yang dieluh-eluhkan banyak siswi-siswi di SMP Harapan Bandung. Siapa sih yang
tak tahu Ricky, cowok keren keturunan Sunda asli ini mampu memahat sekaligus
mematahkan hati gadis-gadis di SMP Harapan Bandung maupun di luar SMP tersebut.
Vella. Gadis cantik yang berdiri di
hadapan Ricky itu adalah Vella. Gadis tomboy yang menolak cinta Ricky saat ia
dan pria di hadapannya ini menginjakkan kakinya di bangku kelas VIII, bukan sok
jual mahal Vella menolak cinta Ricky, itu karena Vella belum mendapatkan izin
dari kedua orang tuanya selain itu ia tahu jika Ricky tengah menjadikan dirinya
sebagai bahan taruhan dengan Val, pria keturunan Chinise juga Sunda yang
sekarang sudah lulus dari SMP Harapan Bandung yang tak lain adalah sepupu Ricky
dan kini ia melanjutkan sekolah di SMA N 3 Jakarta. Val memang satu tingkat di
atas Ricky dan Vella. Dan itu artinya Ricky dan Vella sudah memasuki kelas IX.
Dan kalian tahu, dari sini lah, dari Vella menolak cinta Ricky keduanya mulai
bermusuhan.
“Mending lo pulang aja. Gue ini kan
kapten tim basket putra loh.” Ricky menyombongkan dirinya.
“Terus mentang-mentang gue bukan
kapten tim basket putri gue nyerah gitu sama lo? nggak akan Ricky Karisma!”
Balas Vella mantap.
“Oke! Sekarang permainan bisa
dimulai ya.” Seru pria dengan jambulnya yang agak tinggi itu, suaranya pun bass
layaknya pria dewasa. Priitt… peluit
dibunyikan. Ricky dan Vella pun mencoba meraih bola basket yang melayang di
udara yang tadi di lempar oleh pria yang bertugas sebagai wasit pertandingan one by one ini.
“Ayo Vella, lo pasti menang!” Seru
gadis cantik yang berdiri di samping gadis yang tak kalah cantik dengannya.
Gadis itu Queen.
“Iya Vel. Semangat!” Sambung gadis
yang berdiri di samping Queen yang tak lain adalah Variska atau biasa di
panggil Icha. Icha dan Queen adalah sahabat Vella semenjak mereka masuk SMP,
sejak awal masuk sampai kelas IX mereka selalu saja sekelas, dan itu yang
membuat kedekatan mereka menjadikan mereka lebih dari sekedar sahabat.
“Ricky, ayo lo pasti menang!” Suara
cempreng pria yang berdiri di samping Icha ini mampu membuat mata Icha melotot
terhadapnya. Dika nama pria itu, sahabat dari Ricky.
“Kok kamu dukung Ricky sih, harusnya
kamu tuh dukung Vella.” Protes Icha tak terima dengan dukungan yang diberikan Dika
kepada Ricky.
“Loh emang kenapa? Ricky kan sahabat
aku, lagian kamu juga dukung Vella, sahabat kamu.” Balas Dika tak terima.
“Udah-udah masa’ masalah sepele aja
buat kalian bernatem sih. Kalian kan baru jadian masa’ iya mau berantem aja.” Queen
menengahi Dika dan Icha yang ternyata baru saja menjalin kasih itu. Keduanya
saling diam, melemparkan pandangan mereka pada sahabat-sahabat mereka yang
tengah bertanding itu. “Nggak usah kaya Ricky sama Vella deh.” Sindir Queen
pada keduanya. tak ada sahutan. Queen menyerah untuk membuat keduanya berdamai.
***
Pertandingan semakin sengit, lima
menit lagi pertandingan usai namun sampai sekarang kedudukan memihak pada Ricky
dan itu artinya ini situasi yang tidak aman untuk gadis cantik yang tengah
mendrible bola menuju ring, mencoba mencetak angka untuk bisa mengalahkan pria
yang pernah membuatnya terbang ke langit ke tujuh dan kemudian menghempaskannya
ke dasar lautan, dan membuat perasaannya tak tentu arah, haruskah ia bangkit
dari dasar lautan ataukah ia bertahan di dasar lautan?
Vella melompat, dan hap. Bola masuk ke dalam ring Ricky,
posisinya sekarang selisih satu angka dengan Ricky, tetap Ricky masih di
atasnya untuk menyamakan kedudukan tidak mudah untuknya karena Ricky adalah
ketua tim basket putra, sementara dirinya hanya sebagai anggota tim basket
putri bukan kapten. Tapi padahal kemampuan Vella melebihi tim basket kaumnya,
hanya saja ia tak sadar itu.
Vella merebut bola dari tangan Ricky,
mendriblenya kembali menuju ring Ricky, Ricky mencoba menghalangi Vella dengan
berlari terlebih dahulu dan memosisikannya di hadapan Vella, Vella tak habis
akal ia melompat dan hap. Seiring
dengan bola yang jatuh ke dalam lingkarang ring, Vella jatuh juga di atas badan
Ricky, ia keseleo, dan Ricky yang ada di hadapannya tidak siap siaga, ia malah
terfokus pada bola yang akhirnya ia harus merelakan tubuhnya ditindih oleh
tubuh Vella.
“Yeaayyy!!!” Sorak sorai senang
terdengar dari pendukung Vella. Dan priitt…
peluit tanda berakhirnya pertandingan di nyanyikan dengan nyaring. Vella dan Ricky
tersadar dari dunia mereka masing-masing yang kemudian memaksa mereka untuk
kembali pada posisi semula.
“Gimana Bis?” Tanya Vella dengan
berdiri dengan satu kaki yang terasa sakit akibat keseleo tadi. Senyum
kemenangan juga ditunjukkannya terhadap pria ini.
“Ck!” Ricky berdecak kesal. “Oke gue
ngaku gue kalah. Terus apa yang harus gue lakuin?” Ricky mengakui kekalahannya,
ia bertanya kemauan Vella sesuai perjanjian awal mereka.
“Oke, kan perjanjiannya kalau gue
yang kalah gue harus nembak lo di depan anak-anak, dan kalau lo yang kalah, lo
harus nurutin apa mau gue. Iya kan?” Vella mengingatkan perjanjian awal mereka.
Ricky mengangguk pasrah. “Gampang, gue mau lo minta maaf sama cewek-cewek yang
udah lo sakitin terutama yang lo jadiin bahan taruhan nggak penting lo sama Val
dulu, dan satu lagi, selama seminggu lo harus jadi asistent gue.” Lanjut Vella.
“Gila. Ogah gue buat yang jadi
kacung lo. males banget.” Tolak Ricky mentah-mentah.
“Gue bilang lo jadi asistent gue
bukan kacung.” Ralat Vella.
“Sama aja!” Sentak Ricky.
“Terserah, kalau lo nggak mau di
bilang pengecut sih, gue nggak masalah.” Seru Vella enteng.
“Oke. Puas!” Seru Ricky tepat di
depan wajah gadis cantik ini.
“Gue tunggu permintaan maaf lo besok
ya Ricky Karisma buat mantan-mantan lo yang lo sakitin.” Teriak Vella masih
berada di dalam lapangan, sementara Ricky ia melewati kerumunan penonton untuk
bisa jauh-jauh dari gadis cantik itu.
Queen dan Icha langsung menghampiri
sahabatnya itu sementara penonton yang lain membubarkan diri mereka dari
lapangan. “Vella, sumpah lo keren banget!” Seru Icha dan Queen heboh sendiri.
“Vella gitu.” Vella mengibaskan
rambutnya yang dikuncir kuda dengan gaya yang dibuat seangkuh mungkin dan
kemudia ketiga sahabat itu tertawa lebar. “Tapi ngomong-ngomong sakit nih kaki
gue tadi keseleo.” Vella teringat dengan kakinya yang keseleo tadi.
“Lagi sok-sok’an three point sih lo
gini kan kejadiannya.” Seru Icha yang memapah sahabatnya itu untuk berjalan
meninggalkan lapangan.
“Kalau nggak gitu gue nggak menang.”
Vella membela diri.
“Tapi ya Vell, tadi itu lo sama Ricky
romantis banget deh, kaya di FTV-FTV gitu jatohnya.” Ujar Queen yang
membayangkan betapa romantisnya kejadian yang menimpa sahabatnya itu.
“Dasar korban FTV lo Queen.” Seru Vella
dan Icha kompak.
“Kantin dulu yuk. Haus nih.” Ajak Vella,
tenggorokannya benar-benar kering karena harus mengeluarkan energy yang lumayan
untuk hari ini. Bukan hanya energy dari fisiknya melainkan otak dan juga
hatinya.