@Handa_titik

Ini hasil tulisan saya, inspirasi saya. selamat membaca, selamat mengambil sisi positif, yang negatif di buang saja jadikan pembelajaran bagi kita. semoga bermanfaat bagi saya, anda dan kita semua. terimakasih :) - @Handtik

Minggu, 31 Maret 2013

Katanya

Kata orang cinta itu indah
kata orang cinta dalam perbedaan itu juga indah
Tapi itu kata orang.
'Katanya'

Buktinya. Matahari selalu tertunduk
saat kau menungguku di pintu Masjid
Buktinya. Bulan hanya diam termangu
saat aku menunggumu di pintu Gereja

Nyatanya, perbedaan tak selalu indah
Nyatanya, cinta juga tak selalu indah
Nyatanya aku terpisah denganmu
Karena kita yang memang berbeda

Rabu, 13 Maret 2013

Rindu Itu....

Dalam keheningan,
dalam serakan bintang,
dalam kesendirian bulan
dalam hembusan angin
tedapat kata rindu untuk-Mu

Rindu, berada di dalam peluk-Mu
rindu di dalam belaian kasih suci-Mu
rindu dengan semua hal tentang-Mu

setiap nafas berhembus,
setiap jantung berdetak,
setiap darah mengalir dalam tubuh ini,
disetiap itu pula kerinduan itu menyeruak
menyiksa batin ini untuk segera bertemu
dengan-Mu.

cinta-Mu tulus.
tanpa balasan.
namun. cintaku, dapat tergoyah karenanya.
Namun, aku tak mau.
tak mau terbelunggu dalam cinta sesaat.
aku mau, dan aku akan mencintai-Mu
meski belum setulus hati-Mu.
namun aku berusaha untuk mencintai-Mu dengan setulus hatiku

terimakasih...
terimakasih atas kehidupan ini
terimakasih atas cinta-Mu
terimakasih atas segala rahmat yang turun dari-Mu
lewat malaikat-malaikat yang Kau utus.

terimakasih Tuhan...
atas nafas yang masih berhembus.
atas kehidupan yang begitu penuh 'drama'
'drama' yang takkan berakhir sampai aku kembali pada pangkuan-Mu
'drama' yang menuntunku untuk lebih dewasa
'drama' yang menuntunku untuk lebih dekat dengan-Mu
sang penciptaku.
sang pencipta alam jagad raya.

Rabu, 06 Maret 2013

CINTA DUA HATI


“CINTA DUA HATI”
Writer : Titik Handayani

            Bisma menyandarkan tubuhnya pada pagar besi yang ada di balkon kamarnya, tangan kanannya sibuk dengan sebuah gadget berwarna putih berlayar sentuh, sementara tangan kirinya sibuk dengan minuman kaleng berwarna merah itu.
            Senyum tipis namun menunjukkan kemirisan terlukis diwajah manis pria berusia dua puluh satu tahun itu, saat matanya menangkap sebuah foto gadis cantik dengan rambut hitam lurusnya yang tak melebihi bahu tengah tersenyum manis, seolah senyum itu hanya untuknya. Ibu jari Bisma bergerak kearah kiri pada layar tersebut dan menampilkan sebuah foto yang tak kalah cantik dengan gadis sebelumnya, rambutnya yang hitam panjang bergelombang semakin menambah kecantikan gadis bermata sipit itu.
            “Kalian bener-bener buat gue jatuh cinta. Buat gue bingung harus milih siapa diantara kalian.” Gumam Bisma kecil.
***
            Dina, gadis cantik dengan rambut hitam yang panjangnya tak melebihi bahu itu menghela nafas panjang saat mendaratkan bokongnya pada sofa krem yang ada di sudut sebuah butik di kota kembang, Bandung. Rasa lelah itu begitu melanda Dina hari ini, karena pengunjung yang tak ada habisnya, apalagi ia juga harus kuliah sebelum menjabat sebagai kasir di butik yang ia bangun bersama dengan para sahabatnya.
            “Din, gue duluan ya.” Zee, rekan kerja sekaligus sahabat Dina berpamitan pada gadis cantik berusia dua puluh tahun itu.
            “Oke. Hati-hati ya Zee.” Pesan Dina dengan senyum tipis yang mengembang di wajahnya yang terlihat begitu lelah. Zee mengangguk, ia segera meninggalkan butik yang kebanyakan menampilkan pakaian-pakaian anak muda zaman sekarang itu.
            Sebuah getaran handphone dirasakan oleh Dina dari saku celana jeansnya, ia segera meluruskan kakinya yang di tekuk dan kemudian meraih handphonenya, tertera jelas nama Bisma sang kekasih disana.
            “Halo. Assalamualaikum, kenapa A’, tumben telfon.” Sebuah sapaan yang cukup panjang dilontarkan oleh Dina pada Bisma, kekasihnya. Padahal di sebrang sana, Bisma belum melontarkan satu kata sapaan untuk kekasihnya itu.
            “Walaikumsalam. Emang kenapa atuh Neng. Aa’ kan pengen denger suara Neng.” Balas Bisma disebrang sana.
            “Nggak pa-pa kok A’, tumben aja gitu. Biasanya Aa’ jam segini teh kalau nggak latihan lagi ngumpul sama anak-anak Smash.” Dina memang begitu tahu mengenai jadwal Bisma, bagaimana tidak lima tahun bahkan hampir enam tahun sudah mengenal sosok Bisma dalam hidupnya, dan satu tahun belakangan ini ia dan Bisma resmi menjalin kasih, jadi mana mungkin Dina tidak mengenal jadwa Bisma dengan benar.
            “Neng, Aa’ boleh ngomong serius nggak?” suara Bisma kini terdengar begitu serius, bahkan sangat serius.
Dina diam. Ada sedikit rasa yang mengganjal dalam hatinya. Tak biasanya Bisma bicara dengan nada seserius ini. Apa yang akan Bisma katakan, semoga bukan hal-hal yang tidak ia inginkan. “Boleh A’.” Dina berusaha menormalkan suaranya.
            “Neng. Aa’ jatuh cinta sama gadis lain, ada seseorang yang berhasil buat aku ngeluangin tempat di hati aku yang sebelumnya terisi penuh sama kamu. Aku, minta maaf.” Di sana, di kamarnya,  Bisma tengah menundukkan kepalanya. Berat. Namun ia harus mengungkapkan apa yang saat ini ada di hatinya, ia tak mau membohongi kekasihnya bahwa ia tengah jatuh cinta pada gadis lain.
            Sementara itu, di kota Bandung, suara petir terdengar begitu menggelegar disertai angin yang berhembus kencang dan tangisan dari langit yang begitu deras. Dina tertegun, rasa sakit itu begitu menyayat hatinya. Apa tadi Bisma bilang? Ia jatuh cinta lagi pada gadis lain? Apa itu tidak salah. Selama ini, Dina begitu setia, bahkan sangat setia terhadap Bisma yang tengah mengaih rezeki sebagai entertainer di ibu kota jakarta, dan ia di Bandung. Tapi apa? Ini balasan seorang BISMA KARISMA terhadapnya?
            “Aku harap, kamu mau nunggu aku. Nunggu aku buat bisa dapetin dia dan setelah itu melepas dia dari hidup aku.” Lanjut Bisma, membuat Dina muak dengan kata-kata itu. EGOIS! Apa semua pria begitu?
            “Kalau kamu suka sama cewek lain, kalau kamu mau milikin cewek itu di hidup kamu, silahkan kejar dia. Dan aku, sampai kapanpun aku nggak mau nunggu kamu untuk seneng-seneng sama cewek itu. Jadi mendingan kita putus aja.” Putus Dina. Ia langsung memutuskan sambungan telfonnya bersama dengan Bisma.
            Air mata itu mulai mengalir dengan perlahan namun pasti dari kedua sudut mata Dina, membuat sebuah aliran kecil pada pipi chubby yang dimiliknya. Rasa sakit itu begitu mengiris hatinya. Bagaimana tidak, ia begitu menyayangi Bisma, namun dengan mudahnya Bisma memintanya untuk mengizinkannya memiliki gadis lain dengan status mereka masih menjalin kasih. Mana ada sih wanita yang mau di duakan?
            Sementara itu, Bisma mondar-mandir seperti setrikaan di kamarnya, tangannya sedari tadi sibuk menghubungi Dina melalui handphone yang ia genggam. Menyesal. Itulah yang saat ini Bisma rasakan. Begitu bodohnya ia, menyia-nyiakan gadis yang selama ini begitu setia terhadapnya, namun sekarang dengan mudahnya ia mengatakan bahwa ia ingin menjalin cinta dengan gadis lain. Ya Tuhan...
***
Beberapa bulan kemudian...

            Dina duduk di sudut sebuah cafe yang cukup mempunyai nama di Bandung. Pandangannya sibuk pada suasana luar cafe yang tidak kalah ramai dengan di dalam cafe ini. Memorinya sibuk dengan kenangan manisnya bersama dengan Bisma, namun sesekali kenangan manis yang tengah di putar oleh otaknya itu berubah menjadi kenangan yang buruk, membuat Dina terpaksa menghapus air mata yang dengan sengaja keluar dari kedua sudut matanya, membuatnya merasakan sakit dalam hatinya.
Tak ku sangka dirimu hadir di hidupku
Menyapaku dengan sentuhan kasihmu

Ku sesali cerita yang kini terjadi
Mengapa disaat ku telah berdua
Maafkan bila cintaku
Tak mungkin ku persembahkan seutuhnya
Maaf bila kau terluka
Karena ku jatuh di dua hati

            Dina menoleh, melihat siapa pria yang tengah mendendangkan lagu itu dengan begitu penuh penghayatan. Mata Dina menangkap sosok pria yang beberapa bulan ini tak pernah ia temui lagi semenjak kejadian malam itu, hatinya makin teriris saat pria itu menatapnya dengan tatapan penuh sesal. Namun, semua telah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur.
Maafkan bila cintaku
Tak mungkin ku persembahkan seutuhnya padamu
Maaf bila kau terluka
Karena ku jatuh
Karena ku jatuh di dua hati
            “Hai. Apa kabar?” Bisma menghampiri Dina setelah selesai membawakan lagu dari sahabatnya itu.
            “Alhamdulillah A’ baik. Kamu sendiri gimana?” balas Dina berusaha basa-basi, mencoba menormalkan suaranya juga. Setelah air mata itu terhapus dari pipinya sebelum Bisma sampai di depannya saat ini.
            “Alhamdulillah kurang baik, karena sampai sekarang aku masih nyesel dengan semuanya, meskipun aku udah dapetin dia.” Balas Bisma dengan senyum miris.
            “Udah ya A’ nggak usah di bahas. Lagian semua udah berlalu. Aku baik-baik aja, dan Aa’ udah dapetin gadis itu. Aku harap Aa’ nggak akan sakitin dia dengan cara apapun. Jaga dia A’.” Seru Dina berusaha tersenyum tipis. Senyum palsu itu terulas di bibir Dina karena ia tak ingin Bisma mengetahui apa yang sebenarnya ada di hatinya.
            “Aku minta maaf ya Din.” Pinta Bisma, tangannya meraih tangan Dina, menggenggamnya dan ini sukses membuat jantung Dina berdetak seratus kali lipat lebih cepat di banding biasanya. Dina mengangguk kecil, kembali menunjukkan senyum tipisnya, kali ini senyum itu tulus karena ada sedikit rasa bahagia yang ada di hati Dina.
*TAMAT*